PALEMBANG (AMPERA NEWS) – Seorang calon notaris berinisial MK, warga Kota Palembang, kini menjadi sorotan publik setelah diduga terlibat dalam kasus pemerkosaan terhadap seorang perempuan dewasa berinisial DP. Peristiwa ini diduga terjadi di sebuah rumah di kawasan Sukabangun II, Lorong Masjid, Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Sukarami, Kota Palembang Rabu (20/11/2024) . Kasus ini membawa MK ke dalam pusaran hukum dan kecaman sosial.
Menurut laporan awal, MK disangkakan melanggar Pasal 285 KUHP tentang tindak pidana pemerkosaan, yang dapat berujung hukuman penjara maksimal 12 tahun. Selain itu, ia juga disangkakan berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Berdasarkan pengakuan korban DP, insiden ini terjadi ketika ia meminta MK untuk membantunya membersihkan rumah orang tuanya di kawasan Sukabangun II. Selain membersihkan rumah, mereka juga memperbaiki kunci pintu yang rusak. Setelah semua selesai, korban hendak mengambil ponselnya di kamar tidur, tetapi situasi berubah mencekam.
Korban mengklaim bahwa MK tiba-tiba menariknya ke tempat tidur dan melakukan tindakan yang diduga mengarah pada tindak pidana pemerkosaan. DP mengaku mengalami kekerasan seksual yang meninggalkan trauma mendalam.
Saat dikonfirmasi, MK membantah tuduhan tersebut. Melalui pesan singkat, ia menyebut semua tudingan itu sebagai fitnah. “Silakan hubungi pengacara saya,” ujarnya singkat.
Kuasa hukum MK, Rozi Zaini, S.H., M.H., bersama Maulana Kusuma Wardhana, S.H., M.H., juga membela klien mereka. Mereka menyatakan bahwa hubungan yang terjadi antara MK dan DP didasarkan pada persetujuan bersama. “Hubungan mereka berlangsung atas kesepakatan. Tidak ada unsur paksaan dalam kasus ini,” ujar Rozi.
Namun, pernyataan tersebut belum meredakan amarah publik, terutama setelah muncul dugaan lain dari korban-korban lain yang mengaku mengalami perlakuan serupa dari MK. Bahkan, terdapat klaim bahwa beberapa perempuan telah melakukan aborsi akibat hubungan dengan terduga pelaku.
Kasus ini semakin menarik perhatian publik, mengingat MK adalah calon notaris, sebuah profesi yang menuntut tanggung jawab moral dan integritas tinggi. Masyarakat berharap pihak kepolisian dapat menangani kasus ini secara profesional dan cepat.
Keluarga korban, yang kini mulai mendapat banyak laporan dari korban-korban lain, juga mendesak pihak berwenang untuk segera menangkap MK. “Kami berharap hukum ditegakkan dengan adil. Jangan ada korban lain yang harus mengalami hal serupa,” ujar salah satu kerabat korban.
Polisi telah menerima laporan dan tengah memulai penyelidikan. Proses ini diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Sementara itu, korban DP telah meminta perlindungan hukum untuk memastikan keamanan dirinya selama proses hukum berlangsung.
Dugaan adanya korban lain yang melapor semakin mempertegas perlunya tindakan cepat dari pihak kepolisian. Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi institusi hukum di Palembang tetapi juga mencerminkan urgensi perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
Masyarakat Palembang kini menunggu perkembangan kasus ini. Banyak yang berharap agar hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, termasuk terhadap mereka yang memiliki kedudukan atau profesi terhormat seperti calon notaris. Keadilan bagi korban adalah prioritas, dan tindakan tegas terhadap pelaku diharapkan dapat mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa kekerasan seksual adalah pelanggaran serius yang memerlukan penanganan hukum tegas dan perlindungan maksimal bagi korban. (Tim)